Detail Luaran Lainnya

Kembali

StatusDraft
JudulArtikel Jurnal
Jenis
DeskripsiPERAN PEREMPUAN DALAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN STRATEGI BERTAHAN HIDUP DI PERDESAAN
Oleh: Hastuti, Jurusan Pendidikan Geografi


PENDAHULUAN
Perempuan perdesaan dengan keterbatasan yang ada harus dihadapkan dengan kenyataan, bahwa perempuan akan merasakan penderitaan paling berat dalam rumah tangga marjinal dengan keterbatasan ekonomi terlebih pada rumah tangga yang paling parah tingkat kemiskinannya. Ibu cenderung mendahulukan kepentingan anak-anak, suami, dan anggota rumah tangga yang lain, karena ketergantungan tinggi perempuan terhadap suami. Perempuan sebagai ibu, bahkan rela menanggung beban rumah tangga agar mampu memenuhi kebutuhan pangan sebagai bagian terpenting tugas domestiknya. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling mendasar. Perempuan untuk mempertahankan pemenuhan kebutuhan pangan dengan menambah pemasukan dan memperkecil pengeluaran, bahkan perempuan harus bekerja memperoleh pendapatan sebagai strategi memperoleh pemasukan rumahtangga.
Secara kuantitas dan kualitas ketersediaan pangan di Indonesia tak akan mampu mengejar pertumbuhan penduduk. Penduduk di perdesaan didominasi petani identik dengan kemiskinan. Kemiskinan banyak dijumpai di perdesaan yang seharusnya menjadi lumbung pangan, bahkan kasus kerawanan pangan justru banyak dijumpai di perdesaan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2015 adalah 2.442 dan pada September 2015 mengalami penurunan menjadi 2,167. September 2015, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan untuk daerah perkotaan sebesar 2,032, daerah perdesaan jauh lebih tinggi yaitu mencapai 2,281. Sementara itu, nilai Indeks Keparahan Kemiskinan untuk perkotaan adalah 0,597 dan di daerah perdesaan sebesar 0,577 (Susenas, 2015).
Pemenuhan kebutuhan pangan masing-masing individu terkait dengan kondisi ekonomi, sosial, dan kultural. Pangan dibutuhkan manusia untuk dapat bertahan hidup meskipun pemenuhan kebutuhan pangan setiap lapisan masyarakat memiliki variasi dilihat dari kualitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan belum mampu dijadikan orientasi dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin. Orientasi hidup masyarakat miskin sekadar untuk mencegah rasa lapar, belum mampu memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, dan belum sempat memikirkan tentang kualitas pangan yang dikonsumsi. Berbeda dengan masyarakat yang memiliki dukungan ekonomi memadai pemenuhan kebutuhan pangan telah meningkat dengan orientasi pangan berkualitas. Disadari bahwa dengan pemenuhan pangan berkualitas dapat mendukung peningkatan kualitas hidup yang lebih sehat dan produktif. Kualitas hidup yang lebih baik memberi peluang guna mencapai peningkatan pendidikan dan peningkatan sumberdaya.
Kesulitan ekonomi dan kemiskinan menjadi persoalan tersendiri untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan sebagai kebutuhan yang paling mendasar pada rumah tangga miskin. Kesulitan memenuhi kebutuhan pangan dapat memicu timbulnya kerawanan pangan. Kerawanan pangan sebagai salah satu penyebab munculnya persoalan yang lebih serius seperti kerawanan sosial, memburuknya derajat kesehatan, dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Ketika masyarakat harus terperangkap dalam kemiskinan dapat menjadi ancaman serius terhadap kestabilan pranata sebuah peradaban. Mengingat begitu penting persoalan pangan maka persoalan terkait kestabilan dalam ketahanan pangan merupakan isu yang perlu mendapat perhatian dalam pemenuhan pangan.
Ketahanan pangan di Indonesia umumnya masih belum baik karena distribusi pangan belum dapat dijangkau secara merata pada masyarakat terutama kelompok miskin. Ketahanan pangan harus berhadapan dengan permasalahan stabilitas pasokan pangan sepanjang musim, ketersediaan pangan yang mencukupi sepanjang tahun, rendahnya daya beli masyarakat. Ketahanan pangan bagi rumah tangga miskin di perdesaan berhadapan dengan rendahnya keterjangkauan yang dimiliki lapisan masyarakat miskin terhadap pemenuhan pangan. Serta rendahnya keterjangkauan pangan bagi lapisan masyarakat miskin sehingga kelompok ini hanya mampu menjangkau pangan berkualitas rendah.
Ketahanan pangan menyangkut aspek ketersediaan pangan bagi segenap masyarakat tak terkecuali masyarakat miskin yang rentan terhadap ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan secara merata sehingga jumlah pangan yang tersedia harus mencukupi kepentingan semua rakyat, baik bersumber dari produksi domestik ataupun impor. Ketahanan pangan dilihat dari aspek stabilitas pangan. Stabilitas pangan dalam kaitannya dengan ketahanan pangan berarti dapat ditekannya fluktuasi pemenuhan pangan sepanjang musim. Stabilitas pangan adalah kemampuan meminimalkan kemungkinan terjadinya konsumsi pangan berada di bawah tingkat kebutuhan standar ketika menghadapi musim paceklik. Paceklik ketika menunggu musim panem atau paceklik karena gangguan alam seperti bencana alam. Persoalan yang dihadapi dalam menjaga stabilitas pangan karena perbedaan musim diharapkan mampu dieliminir sehingga ketahanan pangan sepanjang tahun tetap terjaga. Meningkatnya permintaan pangan dengan jumlah penduduk yang meningkat dan pola hidup yang semakin bervariasi menjadi tantangan dalam ketahanan pangan.
Perempuan miskin guna memenuhi kebutuhan pangan diperlukan strategi untuk memenuhi kebutuhan pangan secara kualitas maupun kuantitas. Perempuan miskin masih dihadapkan dengan upaya untuk memikirkan bagaimana rumah tangga mereka tetap bertahan di tengah kesulitan ekonomi karena kemiskinan yang dihadapi. Perempuan harus bekerja keras agar rumah tangga mereka mampu memenuhi kebutuhan, oleh karena itu diperlukan strategi untuk bertahan hidup demi kelangsungan rumah tangga. Perempuan sebagai kepala rumah tangga dituntut untuk bekerja keras agar seluruh kebutuhan rumah tangga dapat terpenuhi ketika mereka berperan sebagai pencari nafkah. Scott (1985) mengemukakan mengenai strategi bertahan hidup yang umumnya dilakukan rumah tangga ketika menghadapi kemiskinan untuk mempertahankan hidup antara lain:
1. Diversifikasi usaha
2. Mengerahkan kekuatan untuk menambah pemasukan atau penghasilan rumah tangga dengan mengerahkan semua anggota rumah tangganya untuk ikut bekerja
3. Berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup
4. Menghemat pengeluaran agar dapat menabung
5. Mengurangi jatah makan
6. Mengurangi kualitas konsumsi makanan
7. Melakukan migrasi untuk memperoleh pekerjaan
8. Meminta bantuan dari famili melalui silaturahmi
Subsistensi yaitu strategi bertahan hidup untuk sekedar mencukupi kebutuhan sehari-hari dan akumulasi bermakna sebagai usaha untuk mengakumulasikan modal usaha. Ketika kebutuhan hidup tak dapat dipenuhi oleh laki- laki sebagai kepala rumah tangga sekaligus sebagai pencari nafkah utama maka tugas tersebut harus diambil alih oleh istri. Perempuan yang awalnya berperan sebagai istri terpaksa sebagai kepala rumah tangga kemudian memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengelola rumah tangga dan mencari nafkah. Mendasarkan pada uraian latar belakang, maka permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana karakteristik perempuan ?
2. Apa saja kendala yang dihadapi perempuan dalam mewujudkan ketahanan pangan dan bertahan hidup ?
3. Upaya yang dilakukan perempuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan strategi bertahan hidup ?

CARA PENELITIAN
Pemilihan lokasi dilakukan dengan memanfaatkan informasi dari kajian peta tematik DIY dengan melihat karakteristik, rumah tangga, ketahanan pangan dan strategi bertahan hidup perempuan pada rumah tangga di perdesaan Populasi penelitian adalah perempuan sebagai istri dari kepala keluarga inti di dua dusun yakni Dusun Jetis Suruh, Donohardjo, Ngaglik dan Dusun Bulus Lor, Candibinangun, Pakem sebagai dua dusun yang berada di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Populasi diambil sebagai responden. Pengolahan data menggunakan secara deskriptif dengan bantuan perangkat SPSS – PC untuk analisis yang kemudian dituangkan dalam tabel frekuensi untuk menyajikan dan menganalisa data yang berhasil dijaring melalui instrumen. Analisis data penelitian dibedakan menjadi analisis data kuantitatif dan data kualitatif. Analisis data bersifat deskriptif kuantitatif dikenakan untuk menganalisis data primer dan data sekunder berkaitan dengan variabel demografi suami istri meliputi umur, mata pencaharian, pendidikan, penguasaan lahan, pendapatan, dan pemanfaatan fasilitas transportasi, komunikasi, kesehatan. Digunakan tabel frekuensi untuk menjelaskan mengenai pola dan distribusi karakteristik variabel-variabel tersebut. Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan mendasarkan pada asosiasi untuk mengetahui pola dan distribusi fenomena, yang diperkuat dari hasil observasi di lapangan (Robson, 1993).

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN
Dusun penelitian terletak di dua kecamatan di wilayah Kabupaten Sleman. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 107° 15' 03" dan 107° 29' 30" BT, 7° 34' 51" dan 7° 47' 30" LS. Bagian utara berbatasan dengan kawasan Merapi, Kabupaten Boyolali dan Klaten di bagian timur, Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kulon Progo Propinsi DIY di bagian barat, di bagian selatan berbatasan dengan Kota Yogjakarta dan Kabupaten Bantul Propinsi DIY. Luas Wilayah mencapai 57.482 hektar atau 574,82 kilometer persegi berbatasan langsung dibagian utara dengan gunungapi Merapi, hanya sekitar 18 persen dari luas Propinsi DIY yang mencapai 3.185,80 kilometer persegi.
Penelitian dilakukan pada dua dusun di Kabupaten Sleman yakni dusun paling bawah letaknya pada Lereng Merapi di Kecamatan Pakem dan dusun paling atas pada Lereng Merapi di Kecamatan Ngaglik. Dusun Jetis Suruh dan Bulus Lor memiliki karakteristik sebagai dusun yang penduduknya masih mengandalkan pendapaan rumah tangga dari kegiatan usaha tani.
Karakteristik yang berbeda antara kedua dusun yakni aksesibilitas yang berbeda menjadikan kedua dusun memiliki dinamika kegiatan ekonomi yang berbeda. Dusun Jetis Suruh relatif lebih statis dibanding Dusun Bulus Lor yang lebiih dinamis. Aksesibilitas yang lebih baik pada Dusun Bulus Lor menjadikan kesempatan bagi penduduknya melakukan diversifikasi sumber pendapatan dibanding yang lebih bervariasi dibanding Dusun Jetis Suruh. Secara nyata perbedaan kedua dusun penelitian tidak terlalu signifikan berbeda baik pada keadaan sosial maupun ekonomi penduduk. Kedua dusun tersebut dihubungkan satu jalur jalan yang sama meskipun dilihat dari aksesibilitas secara keseluruhan kedua dusun relatif berbeda. Dusun Bulus Lor lebih dinamis dibanding Dusun Jetis Suruh karena faktor aksesibilitas yang secara detail memang sedikit berbeda.
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Umur menjadi variabel penting dalam kegiatan ekonomi di perdesaan yang mengandalkan pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga responden. Dominasi kegiatan pertanian masih mewarnai kegiatan ekonomi di kedua daerah penelitian. Perempuan di kedua daerah penelitian yang menjadi responden penelitian didominasi memiliki usia relatif muda. Distribusi umur responden kedua daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1. Umur Responden
No Umur (tahun) Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 < 30 0 0 1 2,3
2 30 – 39 3 8,1 3 6,9
3 40 - 49 9 24,3 9 20,9
4 50 - 59 15 40,5 12 27,9
5 > 59 10 27,0 18 41,8
Jumlah 37 100 % 43 100 %
(Sumber: Data primer tahun 2016)

Umur perempuan yang menjadi responden di kedua dusun penelitian memiliki karakteristik hampir sama dilihat distribusi usia. Usia antara 40 tahun sampai dengan lebih 59 tahun mendominasi umur responden. Sebaran umur responden di Dusun Jetis Suruh didominasi pada kelompok umur 50 – 59 tahun, sementara di Dusun Bulus Lor dominasi responden dijumpai pada kelompok umur lebih 59 tahun. Perempuan dengan umur antara 40 tahun hingga kurang dari 60 tahun di Dusun Bulus Lor lebih dari 50 persen yakni 64,8 persen sementara di Dusun Jetis Suruh hanya 48,8 persen atau kurang dari 50 persen. Perempuan dengan usia kurang dari 30 tahun yang sudah menikah di Jetis Suruh mencapai 2,3 persen sementara di Dusun Bulus Lor tidak dijumpai perempuan sebagai responden pada kelompok umur kurang dari 30 tahun. Analisis yang peneliti lakukan bahwa usia kawin pertama di Dusun Jetis Suruh lebih muda dibanding Dusun Bulus Lor. Aksesibilitas yang lebih baik dengan kemudahan mencapai pusat pendidikan menjadikan wawasan perempuan di Dusun Bulus Lor lebih baik dibanding perempuan Dusun Jetis Suruh.
Karakteristik pendidikan penting untuk diungkapkan dalam penelitian ini mengingat pendidikan erat kaitannya dengan pola pikir seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun cara mengatasi kesulitan yang dihadapi. Wilayah penelitian merupakan wilayah yang relatif dekat dengan pusat pendidikan mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, hingga peruruan tinggi. Seluruh responden pernah menikmati pendidikan formal meskipun sebagian dari mereka hanya mampu menyelesaikan pendidikan pada tingkat sekolah dasar. Mengenai pendidikan responden dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 2. Pendidikan Responden
No Pendidikan Responden Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 Lulus SD 7 18,9 5 11,2
2 Lulus SMP 11 29,7 11 25,5
3 Lulus SMA 10 27,0 17 39,5
4 Tidak Lulus Perguruan Tinggi 7 18,9 9 20,9
5 Lulus Perguruan Tinggi 2 5,4 1 2,3
Jumlah 37 100% 43 100%
(Sumber: Data primer tahun 2016)

Kemudahan menjangkau pusat pendidikan tersebut mendorong setiap penduduk di wilayah penelitian dapat memperoleh pendidikan secara layak. Hal tersebut dapat dilihat bahwa tidak dijumpai responden tidak pernah sekolah sepanjang kehidupannya, bahkan dijumpai perempuan yang lulus perguruan tinggi bertempat tinggal di dua dusun penelitian meskipun persentasenya kecil. Perempuan yang mampu menyelesaikan pendidikan tinggi dan bertempat tinggal di dusun penelitian, bahwa di Dusun Bulus Lor mencapai 5,4 persen sedangkan di Dusun Jetis Suruh mencapai 2,3 persen. Responden dengan pendidikan lulus sekolah dasar di Dusun Bulus mencaai 18,9 persen sementara di Dusun Jetis Suruh hanya 11,2 persen. Responden didominasi oleh kelomppok pendidikan lulus sekolah menengah. Mereka yang pernah menempuh pendidikan tinggi relatif banyak meskipun tidak sempat menyelesaikan jenjang pendidikan tersebut yakni di Dusun Bulus Lor mencapai 18,9 persen dan di Dusun Jetis Suruh mencaai 20,9 persen.
Dusun penelitian merupakan wilayah perdesaan dengan kegiatan pertanian meskipun kegiatan ekonomi diluar pertanian mulai berkembang di wilayah tersebut. Penguasaan lahan menjadi karakteristik penting karena penguasaan lahan akan berdampak pada pendapatan rumah tangga. Penguasaan lahan yang lebih luas memungkinkan pendapatan rumah tangga lebih baik karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai usaha baik bercocok tanam maupun untuk usaha lainnya. Mengenai luas penguasaan lahan di kedua dusun penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3. Penguasaan Lahan Responden
No Luas Lahan (meter persegi) Bulus Lor Jetis Suruh
F % f %
1 < 500 11 29,7 16 37,2
2 500 – 1000 17 45,9 19 44,1
3 1000 – 2000 5 13,5 5 11,2
4 2000 - 2500 2 5,4 2 4,6
5 > 5000 2 5,4 1 2,3
Jumlah 37 100 % 43 100 %
(Sumber: Data primer tahun 2016)

Penguasaan lahan pada kedua dusun penelitian didominasi penguasaan lahan relatif sempit untuk perdesaan yang menggantungkan usahatani sebagai tumpuan pendapatan. Penguasaan lahan kurang 1000 meter persegi atau 0,1 ha mencapai sekitar 75 persen pada masing-masing dusun. Penguasaan lahan di Dusun Bulus Lor kurang dari 0,1 ha (1000 meter persegi) mencapai 75,6 persen sedangkan di Dusun Jetis Suruh bahkan mencapai 81,3 persen. Penguasaan lahan yang sempit menjadi hambatan bagi rumah tangga perdesaan yang memiliki kegiatan usahatani sebagai sumber pendapatan utama.
Matapencaharian perempuan kedua dusun penelitian masih mengandalkan usahatani sebagai penopang ekonomi rumah tangga, meskipun variasi matapencaharian pada kedua dusun penelitian telah berkembang mulai dari pedagangan, menjadi pegawai, serta berusaha sebagai penjahit pakaian, membuat makanan.
Tabel 4. Mata Pencaharian Responden
No Mata Pencaharian Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 Pertanian 19 51,3 30 69,7
2 Perdagangan 10 27,0 7 16,2
3 Pegawai 3 8,1 2 4,6
5 Lain-lain 5 13,5 4 9,3
Jumlah 37 100 % 43 100 %
(Sumber: Data primer tahun 2016)
Kegiatan pertanian dan perdagangan menjadi kegiatan yang dominan dilakukan perempuan di kedua dusun penelitian. Perempuan dengan kegiatan pertanian di Dusun Bulus Lor mencapai 51,3 persen, di Dusun Jetis Suruh perempuan yang memiliki kegiatan pertanian mencapai 69,7 persen. Dominasi kegiatan pertanian yang menjadi pilihan sumber pendapatan bagi perempuan di Dusun Jetis Suruh lebih banyak dibanding Dusun Bulus Lor. Kegiatan perdagangan menjadi pilihan sumber pendapatan rumah tangga bagi peremuan di kedua dusun meskipun persentase perempuan yang memilih sumber pendapatan dari kegiatan ekonomi perdagangan di Bulus Lor lebih banyak dibandingkan Dusun Jetis Suruh. Aksesibilitas yang lebih baik Dusun Bulus Lor menjadi faktor yang mendorong perempuan di Bulus Lor mencari alternatif pendapatan dari perdagangan lebih banyak dibanding Dusun Jetis Suruh.
Jumlah tanggungan mencerminkan seberapa besar pendapatan rumah tangga dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota rumah tangga yang menjadi tanggungannya, mulai dari pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, dan kebutuhan lain. Rumah tangga dengan pendapatan rendah, sebagian besar pendapatan bahkan seluruh pendapatan seringkali harus habis untuk pemenuhan konsumsi. Rumah tangga yang memiliki pendapatan kecil dengan beban tanggungan lebih banyak akan menghadapi kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan. Pendapatan yang kecil berarti hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan untuk meningkatkan kualitas hidup, seperti meningkatkan derajat kesehatan, pendidikan, bahkan untuk investasi.
Pemenuhan kebutuhan rumah tangga dihitung mulai dari pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan lain yang diperlukan setiap anggota rumah tangga. Rumah tangga dengan pendapatan yang sangat kecil, tidak mustahil apabila sebagian besar pendapatan bahkan seluruh pendapatan dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan dapat mencapai separuh bahkan seluruh pendapatan rumah tangga. Semakin banyak tanggungan rumah tangga akan semakin berat bagi rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota rumah tangga. Mengenai rerata jumlah anggota rumah tangga di kedua dusun penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Jumlah Tanggungan Rumah Tangga
No Jumlah Anggota Rumah Tangga Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 Kurang atau sama dengan 3 orang 13 35,1 7 16,2
2 4 – 6 orang 22 59,4 27 62,7
3 Lebih dari 6 orang 2 5,4 9 20,9
Jumlah 37 100 % 43 100 %
(Sumber: Data primer tahun 2016)

Di perdesaan, seluruh anggota rumah tangga yang telah mandiri umumnya berperan membantu kelancaran usaha produksi di bidang pertanian, peternakan, maupun bidang lain. Meskipun dengan jumlah anak yang lebih banyak dapat diharapkan membantu orangtua menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, pekerjaan pertanian, peternakan, dan kegiatan produksi, kenyataannya jumlah anggota rumah tangga rerata kecil. Rumah tangga lebih didominasi oleh rumah tangga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak. Rumah tangga dusun penelitian didominasi oleh jumlah tanggungan yang relatif kecil empat sampai dengan enam anggota rumah tangga. Kesadaran telah tumbuh pada perempuan miskin di perdesaan bahwa semakin banyak anak tanpa didukung kemampuan ekonomi hanya menjadi beban berat bagi rumah tangga. Jumlah tanggungan yang banyak, diperlukan modal lebih besar untuk membangun masa depan yang lebih baik. Biaya harus disediakan untuk pendidikan, perawatan kesehatan, dan pemenuhan konsumsi agar kualitas hidup anak- anak mereka lebih baik dibanding orangtuanya.
Penduduk dusun penelitian dibedakan menjadi rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak miskin dengan mendasarkan pada pendapatan per kapita per tahun yang menjadi salah satu indikator untuk menentukan karakteristik tersebut. Pengelompokan rumah tangga didasarkan atas pendapatan per kapita per rumah tangga mengacu pada pendapatan rumah tangga setara beras 240 kg pertahun per kapita yang diasumsikan dengan haarga beras di daerah penelitian.
Pengelompokan rumah tangga miskin mendasarkan pada pendapatan per kapita setara beras karena dengan cara ini lebih cocok untuk mengukur intensitas kemiskinan. Selain pendapatan per kapita per tahun setara beras dilakukan kajian dengan melihat kondisi perumahan perempuan miskin. Perhitungan pendapatan per kapita hampir seluruh rumah tangga miskin secara signifikan dapat dilihat dari keadaan tempat tinggal. Kelompok rumah tangga miskin apabila pendapatan per kapita per tahun dalam rumah tangga kurang atau sama dengan 240 kg harga beras setempat dalam setahun. Kelompok rumah tangga tidak miskin apabila pendapatan per kapita per tahun dalam rumah tangga lebih dari 240 kg harga beras setempat dalam setahun. Mendasarkan harga beras setempat rumah tangga miskin apabila mempunyai pendapatan per kapita per tahun kurang atau sama dengan Rp 2 460 000 dan hampir miskin apabila pendapatan per kapita per tahun lebih dari Rp 2 460 000 per kapita pertahun. Asumsi harga beras di dusun penelitian ketika penelitian dilakukan adalah Rp 10 250 per kg.
Tabel 6. Karakteristik Kemiskinan Rumah Tangga Dusun Penelitian
No Pendapatan per kapita per tahun Rumah Tangga Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 Kurang atau sama dengan Rp 2 460 000 Miskin
12 32,4 19 44,2
2 lebih dari Rp 2 460 000 Tidak Miskin 25 67,3 24 55,8
Jumlah 37 100% 43 100%
(Sumber : Data Primer 2008)
Bulus Lor dan Jetis Suruh mempunyai persentase rumah tangga relatif berbeda. Intensitas kemiskinan lebih tampak di Jetis Suruh dibandingkan Bulus Lor. Pendapatan rumah tangga di Bulus Lor didominasi dari pendapatan usahatani tanaman komersial dibanding Jetis Suruh, demikian juga sumber pendapatan di luar usaha tani lebih berkembang di Bulus Lor dibanding Jetis Suruh. Bulus Lor memiliki infrastruktur yang relatif baik katimbang Jetis Suruh. Diversifikasi mata pencaharian lebih tampak di Bulus Lor ketimbang Jetis Suruh.

PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN
Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia paling mendasar. Pemenuhan kebutuhan pangan masing-masing individu terkait dengan kondisi ekonomi, sosial, dan kultural. Lapisan masyarakat paling rentan secara ekonomi, orientasi pemenuhan kebutuhan pangan lebih pada upaya untuk mengatasi rasa lapar serta untuk bertahan hidup. Berbeda dengan masyarakat dengan dukungan ekonomi memadai pemenuhan kebutuhan pangan telah meningkat dengan orientasi pangan berkualitas. Disadari bahwa dengan pemenuhan pangan berkualitas dapat mendukung peningkatan kualitas hidup yang lebih sehat dan produktif. Kualitas hidup yang lebih baik memiliki peluang peningkatan pendidikan dan peningkatan sumberdaya. Distribusi pemenuhaan pangan sepanjang tahun di kedua dusun penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 7. Kualitas Pemenuhan Pangan Sepanjang Tahun
No Pemenuhan Pangan Sepanjang Tahun Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 Terpenuhi 34 91,8 38 88,4
2 Tidak Terpenuhi 3 8,2 5 11,6
37 100 % 43 100 %
(Sumber: Data primer tahun 2016)

Pemenuhan kebutuhan pangan sepanjang tahun di kedua dusun penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka sepanjang tahun. Pemenuhan kebutuhan pangan sepanjang tahun di Dusun Bulus Lor relatif lebih baik dibanding Jetis Suruh. Dusun Bulus Lor pemenuhan kebutuhan pangan sepanjang tahun dapat terpenuhi mencapai 91, persen sementara di Dusun Jetis Suruh lebih rendah yakni 88,4 persen.
Kedua dusun penelitian merupakan wilayah pertanian subur karena berada di Lereng Merapi dengan lahan pertanian yang ditopang tanah vulkanis dan ketersediaan air memadai rata-rata sepanjang tahun dapat menanam padi 3 kali. Pemenuhan kebutuhan pangan sepanjang tahun termasuk memiliki tingkat keamanan yang relatif tinggi karena hasil panen usahatani mereka dapat digunakan untuk menopang kebutuhan pangan sepanjang tahun. Keamanan pangan secara riil sepanjang tahun apabila didefinisikan dalam keamanan pangan untuk setiap bulan apabila produksi usahatani mereka dimmanfaatkan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan menjadi rawan pangan. Pendapatan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi yang relatif rendah menyulitkan perempuan memenuhi kebutuhan hidup mereka diluar pangan. Dilihat dari pendapatan yang diperoleh mereka memiliki tingkat kerentanan dalam keamanan pangan. Mengenai keamanan pangan sepanjang tahun dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel . Keamanan Pangan Sepanjang Tahun
No Keamanan Pangan Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 Satu bulan 1 2,7 5 11,6
2 Dua bulan 4 10,8 5 11,6
3 Tiga bulan 6 16,2 7 16,2
4 Empat bulan 5 13,5 9 20,9
5 Lima bulan 14 37,8 14 32,5
6 Lebih atau sama dengan enam bulan 7 18,9 3 6,9
37 100 % 43 100 %
(Sumber: Data primer tahun 2016)

Keamanan pangan yang mampu diwujudkan dari pendapatan perempuan di kedua dusun penelitian paling dominan pada kisaran lima bulan di Bulus Lor mencapai 37,8 persen sedangkan di Dusun Jetis Suruh mencapai 32,5 persen. Keamanan pangan di kedua dusun relatif memadai dilihat dari keamanan satu bulan hanya sedikit sekali. Keamanan pangan lebih dari enam bulan di Dusun Bulus Lor lebih tinggi persentasenya yakni 18,9 persen sementara di Jetis Suruh hanya 6,9 persen. Secara keseluruhan keamanan pangan di Bulus Lor lebih baik dibandingkan Jetis Suruh.
Terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah ataupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Kecukupan pangan mencakup kuantitas dan kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan peningkatan standar hidup seluruh anggota rumah tangga. Perempuan memiliki peran penting untuk mengatur kecukupan pangan di rumah tangga. Pada rumah tangga di perdesaan tantangan bagi perempuan menjadi lebih berat untuk menyediakan kebutuhan pangan ketika pendapatan rumah tangga sangat kecil sehingga mereka harus memiliki cara-cara untuk mengatasi kesulitan untuk memenuhi kecukupan dalam penyediaan pangan. Pemerintah memberikan bantuan pangan untuk masyarakat kedua dusun penelitian. Mengenai kecukupan pangan di kedua dusun penelitian dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 9. Kecukupan Pemberian Bantuan Pangan oleh Pemerintah
No Pemberian Bantuan Pangan Oleh Pemerintah Bulus Lor Jetis Suruh

f % f %
1 Mencukupi 25 67,5 32 74,4
2 Tidak Mencukupi 12 22,5 11 25,6
Jumlah 37
100 % 43 100
(Sumber: Data primer tahun 2016)

Pemerintah memberikan bantuan pangan di kedua dusun penellitian. Menurut responden bantuan tersebut sangat membantu kecukupan pangan untuk seluruh anggota rumah tangga kedua dusun. Dilihat dari kecukupan atas bantuan pangan dari pemerintah dianggap mencukupi mencapai 67,5 persen di Dusun Bulus Lor dan mencapai 74,4 persen di Dusun Jetis Suruh. Bantuan pangan dari pemerintah memiliki peran lebih strategis di Jetis Suruh dibandingkan Dusun Bulus Lor melihat banyaknya angka kecukupan pangan.
Kecenderungan meningkatnya konsumsi pangan tingkat rumah tangga dari tahun ke tahun menjadikan setiap rumah tangga harus berjuang untuk melindungi keamanan pangan bagi anggota rumah tangga mereka. Peningkatan kebutuhan pangan dihadapkan dengan menyusutnya luas areal lahan potensial untuk tanaman pangan. Untuk mengatasi kerawanan pangan terutama pada rumah tangga perdesaan yang semakin tidak berdaya karena faktor internal dan eksternal memerlukan perhatian agar dampak kerawanan pangan secara meluas dapat ditekan. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling mendasar. Pemenuhan kebutuhan pangan masing-masing individu terkait dengan kondisi ekonomi, sosial, dan kultural. Pangan dibutuhkan manusia untuk dapat bertahan hidup meskipun pemenuhan kebutuhan pangan setiap lapisan masyarakat memiliki variasi terutama dilihat dari kualitas pangan yang dikonsumsi. Lapisan masyarakat yang paling rentan secara ekonomi, orientasi pemenuhan kebutuhan pangan lebih pada upaya untuk mengatasi rasa lapar serta untuk bertahan hidup. Kualitas pangan belum mampu dijadikan orientasi dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat miskin. Orientasi hidup masyarakat miskin sekadar untuk mencegah rasa lapar, belum mampu memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, dan belum sempat memikirkan tentang kualitas pangan yang dikonsumsi. Berbeda dengan masyarakat yang memiliki dukungan ekonomi memadai pemenuhan kebutuhan pangan telah meningkat dengan orientasi pangan berkualitas. Disadari bahwa dengan pemenuhan pangan berkualitas dapat mendukung peningkatan kualitas hidup yang lebih sehat dan produktif. Kualitas hidup yang lebih baik memiliki peluang mencapai peningkatan pendidikan dan peningkatan sumberdaya.
Ketahanan pangan harus dihadapkan dengan permasalahan stabilitas pasokan pangan sepanjang musim, ketersediaan pangan yang mencukupi sepanjang tahun, rendahnya daya beli masyarakat. Ketahanan pangan bagi rumah tangga miskin di perdesaan berhadapan dengan rendahnya keterjangkauan yang dimiliki lapisan masyarakat miskin terhadap pemenuhan pangan. Serta rendahnya keterjangkauan pangan bagi lapisan masyarakat miskin sehingga kelompok ini hanya mampu menjangkau pangan berkualitas rendah. Mengenai upaya menyelamatkan pemenuhan kebutuhan pangan pada rumah tangga responden dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 10. Ketahanan Pemenuhan Pangan Diutamakan
No Pemenuhan Pangan Diutamakan Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 Ayah 23 62,1 29 67,4
2 Ibu - - 1 2,3
3 Anak 14 27,9 13 30,2
4 Lain-lain - - - -
37 100 % 43 100 %
(Sumber: Data primer tahun 2016)

Ketersediaan pangan pada setiap rumah tangga mengalami dinamika pada kurun waktu tertentu. Keterbatasan rumah tangga dalam penyediaan pangan memerlukan pemenuhan pangan untuk mendahulukan bagi anggota rumah tangga yang menjadi prioritas. Pemenuhan kebutuhan pangan ketika dihadapkan pada kondisi ketersediaan pangan yang terbatas diutamakan untuk prioritas pada ayah dominan pada kedua dusun penelitian. Keputusan demikian disebabkan karena ayah menjadi penopang ekonomi rumah tangga sehingga mereka memperoleh prioritas pemenuhan pangan. Prioritas kedua adalah anak dalam memperoleh prioritas pemenuha pangan. Ibu banyak dikalahkan dalam memperoleh prioritas pemenuhan pangan.
STRATEGI BERTAHAN HIDUP
Perempuan di daerah penelitian memiliki strategi bertahan hidup untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Strategi bertahan hidup dilakukan dengan berbagai cara mulai dari diversifikasi usaha, mengerahkan kekuatan untuk menambah pemasukan atau penghasilan rumah tangga dengan mengerahkan semua anggota rumah tangganya untuk ikut bekerja, berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup, menghemat pengeluaran agar dapat menabung, mengurangi jatah makan, mengurangi kualitas konsumsi makanan, melakukan migrasi untuk memperoleh pekerjaan, dan meminta bantuan dari famili melalui silaturahmi. Mengubah pola makan dapat dilakukan mengingat bahan-bahan makanan seperti sayur dan lauk dapat diperoleh dari tanaman di pekarangan mereka juga meminta pada tetangga. Strategi bertahan hidup dengan subsisten: menggunakan halaman/pekarangan rumahnya untuk menanam sayur atau rempah-rempah untuk digunakan sendiri.
Kemiskinan merupakan faktor yang mendorong melakukan strategi bertahan hidup. Tumpuan pendapatan diandalkan pada curahan tenaga dan keterampilan yang terbatas pula. Pekerjaan atau status sosial yang relatif rendah sehingga pendapatan yang diperoleh juga lebih rendah dari pekerjaan formal. Rumah tangga petani survival umumnya memaksimalkan penggunaan tenaga kemudian aset atau sumber daya yang terbatas. Mengerahkan keluarganya untuk menambah pemasukan atau penghasilan rumah tangga dengan mengerahkan semua anggota rumah tangganya untuk ikut bekerja, berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan menghemat pengeluaran agar dapat menabung menjadi alternatif strategi bertahan hidup yang banyak menjadi pilihan di kedua dusun penelitian. Diversifikasi usaha denan bekerja serabutan atau berdagang menjadi alternatif perempuan dalam strategi bertahan hidup. Mengerahkan seluruh anggota rumah tangga yang sudah dewasa untuk ikut bekerja memperoleh pendapatan dan mencari pinjaman atau berhutang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Menghemat pengeluaran ditengah kehidupan yang sudah sederhana juga banyak mmenjadi pilihan strategi bertahan hidup perepmuan di daerah penellitian. Mengenai strategi bertahan hidup yang dilakukan perempuan pada kedua kedua dusun penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 11. Strategi Bertahan Hidup Perempuan Daerah Penelitian
No Strategi Bertahan Hidup Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 Diversifikasi usaha 2 5,4 3 6,9
2 Mengerahkan semua anggota rumah tangganya untuk ikut bekerja 6 16,2 6 14,0
3 Berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup 9 24,3 11 25,6
4 Menghemat pengeluaran agar dapat menabung 9 24,3 13 30,2
5 Mengurangi jatah makan 6 16,2 3 6,9
6 Meminta bantuan dari famili melalui silaturahmi 3 8,1 7 16,2
7 Berdagang 2 5,4 3 6,9
Jumlah 37 100% 43 100%
Sumber : Data Primer tahun 2016

Strategi bertahan hidup perempuan di dusun penelitian menggunakan alternatif subsisten mencakup kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai buruh lepas, atau melakukan mobilitas untuk mencari pekerjaan dan mengikat sabuk lebih kencang dengan cara mengurangi pengeluaran untuk pangan, Perempuan juga meminta bantuan dari relasi atau jaringan sosial seperti sanak saudara, kawan-kawan dengan memanfaatkan hubungan/ relasi sosial. Mekanisme survival dengan cara membentuk relasi sosial di perdesaan misalnya lembaga arisan, koperasi, baik berdasarkan ikatan pertemanan maupun ikatan keluarga yang dikenal dengan ‘trah’. Relasi sosial dengan patron juga dikenal di dusun penelitian seperti dengan ‘juragan’ untuk mereka yang bekerja sebagai buruh dan berdagang, maupun tengkulak dan ‘bank plecit’. Relasi sosial bagi mereka yang bekerja pada sektor formal dimanfaatkan juga sebagai pengaman dalam strategi bertahan hidup.
Hubungan petani dengan tengkulak merupakan hubungan timbal balik. Petani butuh tengkulak untuk memasarkan hasil panen. Tengkulak membutuhkan petani untuk mendapatkan hasil panen untuk dijual. Tengkulak ini sering bertindak dalam dua peran untuk mengatasi ekonomi di dusun penelitian. Sistem ijon dan pinjaman dengan bunga yang tinggi menjadi alternatif bertahan hidup bagi rumah tangga di dusun penelitian terutama kelompok rumah tangga yang relasi sosial nya mengalami keterbatasan. Lembaga resmi yang dapat dijadikan tumpuan perempuan di perdesaan mengatasi kesulitan ekonomi mereka adalah pemerintah.
Pemerintah berperan sebagai fasilitator untuk berkembangnya relasi sosial perempuan seperti melalui kelompok tani, pos yandu, dasa wisma, akan tetapi, kondisi dilapangan peran pemerintah dalam pembentukan jaringan sosial bukanlah sebagai fasilitator melainkan sebagai kreator terbentukan jaringan. Strategi bertahan hidup perempuan pada lembaga ini sangat bergantung pada pemerintah. Pemerintah membuat jaringan-jaringan dengan cara pemerintah membantu dalam proses penjualan hasil pertanian petani dan selain itu pemerintah juga berperan membantu petani dalam penyediaan air untuk irigasi sawah, penyediaan sarana produksi pertanian, serta membantu dalam pelayanan khususnya kesehatan dan cara-cara meningkatkan kesejahteraan hidup di perdesaan. Pemerintah sering memberikan pelatihan-pelatihan kepada petani tentang cara bagaimana menghasilkan hasil panen yang berkualitas sehingga harga ketika di jual ke tengkulak lebih baik lagi sehingga bisa lebih mudah dalam mempertahankan proses pertaniannya.
Perempuan menggunakan alternatif subsistensi dengan cara ikut bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu sebagian anak juga diarahkan untuk dapat bekerja. Perempuan juga mempunyai pekerjaan sampingan atau pekerjaan selain menjadi petani, dengan pekerjaan mulai dari menjadi pedagang sampai ada juga yang bekerja menjadi pegawai. Perempuan menggunakan alternatif subsistensinya dengan cara selain mereka bekerja sebagai petani sebagian dari mereka juga mempekerjakan anggota rumah tangga mereka agar membantu memperoleh tambahan pendapatan. Meminjam uang ke saudara/tetangga, meminjam uang ke bank ‘plecit’, koperasi, arisan serta mengambil tabungan pribadinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengembangan kegiatan ekonomi produktif di perdesaan mengalami kendala modal, penguasaan keterampilan sumberdaya manusia, pemasaran, maupun bahan baku. Keterbatasan modal menjadikan kendala utama perempuan dusun penelitian tidak memiliki pilihan untuk melakukan kegiatan produktif. Kegiatan ekonomi produktif dilakukan tanpa dukungan modal yang memadai. Modal merupakan variabel penting untuk menggerakkan perekonomian di perdesaan. Perekonomian yang ditopang oleh usahatani maupun diluar usahatani. Memperoleh modal usaha perempuan sering mengalami kesulitan karena persyaratan yang harus dipenuhi dan agunan yang tidak dimiliki perempuan miskin. Perempuan seringkali terjerat pada pinjaman dengan bunga tinggi karena hanya dengan cara seperti itu mereka dapat memperoleh modal. Bahkan ketika perempuan miskin harus menyediakan sejumlah uang untuk keperluan mendesak perempuan miskin terpaksa mengambil pinjaman dengan bunga tinggi. Selain mencari pinjaman dengan bunga tinggi perempuan miskin seringkali terpaksa melakukan ijon. Hasil panen atau pendapatan perempuan miskin tidak ada nilainya karena rendahnya harga yang diberikan pemberi pinjaman. Kesulitan memperoleh modal untuk usaha di perdesaan menjadi alasan perempuan sering mengambil jalan pintas dengan mengambil pinjaman meskipun sangat memberatkan bagi perempuan untuk proses pengembalian karena bunga yang tinggi. Modal dari lembaga resmi seperti perbankan mmenuntut persyaratan yang ketat sehingga menyulitkan perempuan dapat memperoleh pinjaman dari Bank untuk kegiatan ekonomi produktif mereka. Mengenai pilihan utama perempuan dusun penelitian untuk memenuhi kebutuhan modal usaha atau memenuhi kebutuhan keuangan mereka secara cepat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 12 . Sumber Keuangan / Modal Perempuan
No Sumber Modal / Keuangan Bulus Lor Jetis Suruh
f % f %
1 Bank Plecit / rentenir 1 2,7 3 6,9
2 Sistem Ijon 2 5,4 6 13,8
3 Arisan 11 29,7 11 25,5
4 KUD / Koperasi 5 13,5 13 0,2
5 Lembaga keuangan non Bank / BPR 7 18,9 3 6,9
6 Bank pemerintah atau swasta 1 2,7 - -
7 Saudara / tetangga 6 16,2 3 6,9
8 Pegadaian 3 8,1 4 9,3
9 Lain- lain 1 2,7 - -
Jumlah 37 100% 43 100%
(Sumber Data Primer tahun 2016)
Lembaga sosial arisan justru menjadi sumber memperoleh modal yang populer di dusun penelitian. Seluruh perempuan dusun penelitian memanfaatkan lembaga arisan untuk memperoleh modal meskipun dari lembaga ini perempuan hanya memperoleh modal dalam jumlah kecil dan bergantian dengan sesama anggota arisan. Memperoleh uang tunai untuk modal usaha atau pemenuhan kebutuhan melalui sistem ijon dan memanfaatkan lembaga keuangan tidak resmi / rentenir masih menjadi pilihan yang banyak dilakukan perempuan di perdesaan dusun penelitian. Lembaga koperasi di masing-masing dusun juga menjadi alternatif bagi perempuan memperoleh modal. Akses perempuan untuk memperoleh pinjaman dari koperasi seringkali terpinggirkan karena harus dikalahkan oleh laki- laki yang memiliki kesempatan lebih terbuka untuk akses di koperasi. Mencari pinjaman kepada saudara atau tetangga juga menjadi pilihan yang banyak dilakukan perempuan untuk memperoleh modal atau uang untuk berbagai kebutuhan.

KESIMPULAN

1. Karakteristik yang berbeda antara kedua dusun yakni aksesibilitas yang berbeda menjadikan kedua dusun memiliki dinamika kegiatan ekonomi yang berbeda. Dusun Jetis Suruh relatif lebih statis dibanding Dusun Bulus Lor yang lebiih dinamis. Aksesibilitas yang lebih baik pada Dusun Bulus Lor menjadikan kesempatan bagi penduduknya melakukan diversifikasi sumber pendapatan lebih bervariasi.
2. Karakteristik perempuan usia antara 40 tahun sampai dengan lebih 59 tahun mendominasi umur responden. Kemudahan menjangkau pusat pendidikan tersebut mendorong setiap penduduk di wilayah penelitian dapat memperoleh pendidikan secara layak. Penguasaan lahan pada kedua dusun penelitian didominasi penguasaan lahan relatif sempit untuk perdesaan yang menggantungkan usahatani sebagai tumpuan pendapatan. Kegiatan pertanian dan perdagangan menjadi kegiatan yang dominan dilakukan perempuan di kedua dusun penelitian. Rumah tangga lebih didominasi oleh rumah tangga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak. Rumah tangga dusun penelitian didominasi oleh jumlah tanggungan yang relatif kecil empat sampai dengan enam anggota rumah tangga. Kesadaran telah tumbuh pada perempuan miskin di perdesaan bahwa semakin banyak anak tanpa didukung kemampuan ekonomi hanya menjadi beban berat bagi rumah tangga. Jumlah tanggungan yang banyak, diperlukan modal lebih besar untuk membangun masa depan yang lebih baik. Intensitas kemiskinan lebih tampak di Jetis Suruh dibandingkan Bulus Lor. Pendapatan rumah tangga di Bulus Lor didominasi dari pendapatan usahatani tanaman komersial dibanding Jetis Suruh, demikian juga sumber pendapatan di luar usaha tani lebih berkembang di Bulus Lor dibanding Jetis Suruh. Bulus Lor memiliki infrastruktur yang relatif baik katimbang Jetis Suruh. Diversifikasi mata pencaharian lebih tampak di Bulus Lor ketimbang Jetis Suruh
3. Pemenuhan kebutuhan pangan masing-masing individu terkait dengan kondisi ekonomi, sosial, dan kultural. Pemenuhan kebutuhan pangan sepanjang tahun di kedua dusun penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka sepanjang tahun. Pemenuhan kebutuhan pangan sepanjang tahun di Dusun Bulus Lor relatif lebih baik dibanding Jetis Suruh. Keamanan pangan yang mampu diwujudkan dari pendapatan perempuan di kedua dusun penelitian paling dominan pada kisaran lima bulan di Bulus Lor mencapai 37,8 persen sedangkan di Dusun Jetis Suruh mencapai 32,5 persen. Keamanan pangan di kedua dusun relatif memadai dilihat dari keamanan satu bulan hanya sedikit sekali. Keamanan pangan lebih dari enam bulan di Dusun Bulus Lor lebih tinggi persentasenya yakni 18,9 persen sementara di Jetis Suruh hanya 6,9 persen. Secara keseluruhan keamanan pangan di Bulus Lor lebih baik dibandingkan Jetis Suruh.
4. Kecukupan pangan mencakup kuantitas dan kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan peningkatan standar hidup seluruh anggota rumah tangga. Bantuan pangan dari pemerintah memiliki peran lebih strategis di Jetis Suruh dibandingkan Dusun Bulus Lor melihat banyaknya angka kecukupan pangan.
5. Ketersediaan pangan pada setiap rumah tangga mengalami dinamika pada kurun waktu tertentu. Keterbatasan rumah tangga dalam penyediaan pangan memerlukan pemenuhan pangan untuk mendahulukan bagi anggota rumah tangga yang menjadi prioritas. Pemenuhan kebutuhan pangan ketika dihadapkan pada kondisi ketersediaan pangan yang terbatas diutamakan untuk prioritas pada ayah dominan pada kedua dusun penelitian. Keputusan demikian disebabkan karena ayah menjadi penopang ekonomi rumah tangga sehingga mereka memperoleh prioritas pemenuhan pangan. Prioritas kedua adalah anak dalam memperoleh prioritas pemenuha pangan. Ibu banyak dikalahkan dalam memperoleh prioritas pemenuhan pangan.
6. Strategi bertahan hidup dilakukan dengan berbagai cara muai dari diversifikasi usaha, mengerahkan kekuatan untuk menambah pemasukan atau penghasilan rumah tangga dengan mengerahkan semua anggota rumah tangganya untuk ikut bekerja, berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup, menghemat pengeluaran agar dapat menabung, mengurangi jatah makan, mengurangi kualitas konsumsi makanan, melakukan migrasi untuk memperoleh pekerjaan, dan meminta bantuan dari famili melalui silaturahmi.
7. Pengembangan kegiatan ekonomi produktif di perdesaan mengalami kendala modal, penguasaan keterampilan sumberdaya manusia, pemasaran, maupun bahan baku. Keterbatasan modal menjadikan kendala utama perempuan dusun penelitian tidak memiliki pilihan untuk melakukan kegiatan produktif.

Tahun(not set)