Detail Luaran Lainnya

Kembali

StatusDraft
Judul PEMULIAAN TANAMAN PADI MELALUI PERTUNJUKAN WAYANG KULIT LAKON DEWI SRI DALAM UPACARA BERSIH DESA
Jenis
Deskripsi
A. Latar Belakang Masalah
Geneng merupakan salah satu desa di Kecamatan Trucuk, Kebupaten Klaten yang setiap tahun diadakan upacara Bersih Desa. Geneng termasuk desa yang dijadikan sebagai lumbung padi daerah Trucuk, Klaten, di samping Delanggu karena lahan pertaniannya yang luas dan padinya gemuk-gemuk (sawahe jembar-jembar parine lemu-lemu). Masyarakat Geneng sebagian besar adalah petani padi. Masyarakat selalu bergelut dengan sawah dan hasil pertaniannya yang berupa padi sangat melimpah. Hubungan petani dengan sawah dan tanaman padi bukan hanya sekedar hubungan antara penanam dengan tanaman, tetapi memiliki hubungan spiupacarayang sangat kuat. Bagi masyarakat petani di Geneng, tanaman padi memiliki kekuatan magisl, sehingga tanaman padi harus dimuliakan atau dihormati oleh masyarakat, dan tidak boleh diperlakukan seenaknya. Dari sejak menanam padi, memanen padi, menjadi gabah, beras, hingga menjadi nasi, masyarakat Geneng sangat memuliakannya. Masyarakat Geneng percaya jika padi tersebut tidak diperlakukan dengan baik, maka yang terjadi adalah malapetaka yang tidak dapat terhindarkan.
Masyarakat petani percaya bahwa padi adalah tanaman yang memiliki kekuatan magis yang mampu mempengaruhi kehidupan manusia karena padi adalah tanaman yang dibawa oleh Dewi Sri. Dalam ungkapan Jawa disebutkan, bawa “pari iku malati, karana ana sing nduwe, yaiku Dewi Sri” (padi itu membahayakan, karena ada yang punya yaitu Dewi Sri). Para petani percaya bahwa Dewi Sri adalah dewa pembawa kesejahteraan, jadi tanaman yang dibawa oleh sang dewi tersebut adalah tanaman yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Tanaman ini harus diperlakukan dengan baik agar dapat menyejahterakan masyarakat petani.
Meskipun padi telah berubah bentuk dan sifatnya menjadi beras, dan kemudian beras berubah menjadi nasi, tetapi harus tetap dihormati dengan memperlakukannya secara baik. Masyarakat Geneng selalu mengajarkan untuk memuliakan atau menghormati padi. Salah satunya adalah tidak membiarkan nasi terbuang sia-sia, karena dengan membuang nasi tersebut walaupun dalam jumlah yang sedikit menandakan bahwa ia tidak mensyukuri nikmat. Bahkan ia dianggap telah menghina Dewi Sri. Masyarakat juga percaya bahwa padi atau nasi yang tercecer dan sengaja dibuang akan menangis, dan membuat Dewi Sri akan marah. Dewi Sri akan memberikan hukuman kepada orang yang telah membuang nasi. Menurut masyarakat ia telah mendapat hukuman dari Dewi Sri yang sering dikatakan “kualat”.
Dari cerita tersebut masyarakat melihat bahwa tanaman padi ini memang sangat sakral dan dilindungi oleh Dewi Sri, sehingga harus diperlakukan dengan baik. Padi bagi petani dianggap sebagai sumber kehidupan yang membawa kesejahteraan, sehingga tidk boleh diperlaakukan sembarangan. Padi memiliki ibu yang melindunginya yaitu Dewi Sri, masyarakat akan merasa aman dan tenang ketika di rumah atau di lumbungnya terdapat banyak padi atau beras walaupun tidak memiliki uang. Mereka menganggap bisa tetap hidup dengan hanya memiliki beras, karena beras adalah makanan pokok bagi mereka. Berbeda ketika masyarakat memiliki uang yang banyak namun tidak ada beras. Uang tersebut tidak akan berguna ketika tidak ada beras yang dapat dibeli, sehingga kehidupan mereka akan mandeg.
Oleh karena itu, petani sangat menjaga hubungan harmonis dengan tanaman padi. Hubungan antara petani dan tanaman padi ini juga telah masuk dalam jiwa petani seperti halnya hubungan orang tua dan anak. Masyarakat percaya bahwa apa yang terjadi pada padi itu tergantung pada petani yang menanamnya. Ketika masyarakat menanam padi, mereka harus menjaga sikap dan perilakunya, baik terhadap tanaman padi itu sendiri maupun menjaga keharmonisan dalam kehidupan sosial. Tujuannya adalah agar tanaman padi dapat tumbuh subur, sehingga hasil panennya melimpah. Masyarakat petani mengungkapkan bahwa hasil yang diperoleh petani berupa panen padi yang melimpah, sesungguhnya merupakan hasil perbuatan dan perilaku yang baik berasal dari petani itu sendiri. Hubungan antara petani dan tanaman padi ini telah mengikat kuat dalam jiwa petani sehingga selain mempengaruhi hubungan petani dan padi juga akan memepengaruhi kehidupan sosial masyarakat petani itu sendiri. Masyarakat petani mempercayai bahwa tanaman padi yang dibawa oleh Dewi Sri ini mengajarkan untuk hidup harmonis, baik dengan sesama manusia maupun alam lingkungannya.
Masyarakat petani Geneng memperoleh pengetahuan penanaman dan perawatan padi dari para leluhur berdasarkan pengalamannya. Meskipun sekarang telah terjadi banyak perubahan dalam teknologi pertanian, masyarakat masih mempercayai bahwa padi adalah tanaman yang sakral sebagai sumber kehidupan yang dibawa oleh Dewi Sri. Masyarakat Geneng percaya bahwa padi adalah tanaman yang memiliki kekuatan magis yang mampu mempengaruhi kehidupan manusia karena padi adalah tanaman yang dibawa oleh Dewi Sri sebagai dewa kesejahteraan. Oleh karena itu dilaksanakan upacara pemuliaan tanaman padi melalui pertunjukan wayang kulit dengan Lakon Dewi Sri dalam sebuah upacara Bersih Desa. Pemahaman tentang pertunjukan wayang kulit dengan Lakon Dewi Sri merujuk pada aktivitas-aktivitas ‘simbolik’ atau ‘estetis’ khusus, misanya aktivitas-aktivitas ritual, atau teatrikal, dan berbagai aktivitas seni rakyat, yang dijalankan sebagai produk ekspresi yang sengaja di dalam genre produk lokal yang telah mapan (Hughes-Freeland, 1998: 194).
Peristiwa pertunjukan ini disebut oleh Simatupang (2006) sebagai peristiwa ambang batas, yaitu peristiwa yang nyata akan tetapi berbeda dengan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Turner (1982), orang menikmati dan melakukan pertunjukan atau peristiwa ambang batas tersebut karena di dalamnya berlangsung berbagai hal yang memungkinkan orang untuk merefleksikan berbagai perihal diri, orang lain, masyarakat, dan dunia yang dihidupinya. Demikian juga halnya dengan pertunjukan wayang kulit lakon Dewi Sri dalam upacara Bersih Desa. Pertunjukan wayang kulit Lakon Dewi Sri ini hanya dipertunjukkan apabila telah terjadi pasca panen. Murgiyanto (1996: 153) dan Hendri (2001: 84) menyebut pertunjukan jenis ini sebagai cultural performance (pertunjukan budaya) yang kontekstual, yaitu pertunjukan yang selalu terkait dengan upacara adat yang dilaksanakan masyarakat pemiliknya.
Kehadiran pertunjukan wayang kuli lakon Dewi Sri dalam upacara Bersih Desa merupakan fenomena budaya yang menarik dan unik. Dikatakan menarik karena relevansinya dalam kehidupan masyarakat Geneng, bahwa masyarakat setempat masih memfungsikannya hingga sekarang. Pertunjukan wayang kuli lakon Dewi Sri merupakan penopang wajib dalam tradisi upacara Bersih Desa. Tentu saja tidak ada upacara Bersih Desa yang dilaksanakan tanpa pertunjukan wayang kuli lakon Dewi Sri. Hal ini seperti terjadi di Singkarak, Minangkabau bahwa di dalam Upacara Maanta Padi Saratuih harus dihadirkan musik talempong bundo (Sriwulan, 2014: 56).
Tradisi yang telah lama dilakukan masyarakat hingga sekarang merupakan bentuk aktivitas masyarakat yang termotivasi oleh sesuatu yang tidak kelihatan dan tidak diketahui sebagai bentuk control susuatu (Nene, 2012: 124). Hal ini menjadi alasan masyarakat petani Geneng bahwa tanaman padi yang dibawa oleh Dewi Sri adalah tanaman yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga tanaman ini harus diperlakukan dengan baik agar mendapat kemuliaan di sisi Tuhan. Dari cerita tersebut masyarakat melihat bahwa tanaman padi ini memang sangat sakral dan dilindungi oleh Dewi Sri, sehingga harus diperlakukan dengan baik. Tanaman padi bagi petani dianggap sebagai sumber kehidupan yang membawa kesejahteraan, sehingga tidk boleh diperlakukan sembarangan.

B. Fokus Permasalahan
Pemuliaan tanaman padi yang dilakukan masyarakat petani melalui pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewi Sri. Pertunjukan wayang kulit ini harus masuk prosesi upacara Bersih Desa di Geneng, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah..
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Tata cara pemuliaan tanaman padi yang dilakukan masyarakat petani dalam memperlakukan padi di sawah dan di rumah, (2) pertunjukan wayang kulit lakon Dewi Sri sebagai bentuk aktivitas memuliakan tanaman padi, (3) prosesi upacara Bersih Desa sebagai bentuk upacara meruat bumi, sawah, dan lingkungan.

D. Kajian Pustaka
Yang dimaksud pemulian tanaman padi di sini, bukan yang terjadi dalam ilmu teknologi pertanian. Sebagaimana sekarang banyak diadakan eksperimen terhadaap tanaman padi. Sebagai contoh, diadakan eksperiman pada penanaman padi lokal aromatik. Hanya saja padi lokal tersebut memiliki umur yang panjang dan produktivitasnya masih rendah. Salah satu cara untuk memperbaiki karakter padi lokal adalah menyilangkannya dengan padi unggul nasional. Proses eksperimen ini bertujuan untuk memperoleh bibit padi lokal aromatik yang memiliki karakter seperti padi unggul nasional yaitu berumur pendek, memiliki aroma, potensi produksi tinggi dan tinggi berkisar 100 cm. Hasil eksperimen ini adalah diperoleh generasi padi Fi sebagai hasil persilangan dan akan dikarakterisasi secara morfologi dan molecular untuk mendapatkan bibit tanaman padi aromatik unggul (Masniawati, 2015: 205-212). Hal tersebut merupakan bentuk pemuliaan tanaman padi dengan cara menyilangkan dengan tanaman padi yang lain. Padahal yang dimaksud memuliakan tanaman padi dalam penelitian ini adalah memuliakan tanaman padi secara spiupacaraatau melalui niali-nilai kebudayaan.

2. Pertunjukan Wayang Kulit Lakon Dewi Sri
Seperti yang terjadi dalam upacara ruwatan menggunakan wayang purwa tujuannya untuk media komunikasi menyampaikan pesan-pesan yang intinya diadakan un¬tuk menolak bala/sial yang dikarenakan secara alami seseorang dilahirkan dengan kondisi membawa ke arah malapetaka atau yang dipercaya akan membawa ma¬lapetaka umpamanya, anak tunggal, anak kembar, anak lelaki yang diapit oleh dua anak perempuan dan sebagainya (Cinta Riani, 2012: 15). Demikian juga di dalam upacara Bersih Desa juga di antaranya mempergunakan wayang kulit sebagai media komunikasi bagi masyarakat desa. Lakon yang disajikan juga bisa bermacam-macam. Untuk upacara Bersih Desa yang diselenggarakan pasca panenm mempergunakan lakon Dewi Sri. Tetapi untuk yang dipergelarkan di tempat keramat menggunakan lakon Bharatayuda. Peran pergelaran wayang kulit untk mengkomunikasikaan lakon wayang kulit.
3. Upacara Bersih Desa
Tradisi yang telah lama dilakukan masyarakat ini merupakan bentuk aktivitas masyarakat yang termotivasi oleh sesuatu yang tidak kelihatan dan tidak diketahui sebagai bentuk control susuatu (Nene, 2012: 124). Pelaksanaan upacara memuliakan tanaman padi yang diselenggarakan setiap tahun merupakan bentuk konfirmasi kaidah spititual (spiritualist doctrine) atas naluri masyarakat desa. Naluri itu diwujudkan dalam suatu upacara Bersih Desa yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun.
Tradisi yang terus lestari tak hanya menentramkan hati, namun juga memberikan kebanggaan atas ragam kekayaan budaya di negeri ini. Salah satunya adalah merti desa, sebuah tradisi yang tak hanya lestari, namun juga semakin marak digelar di berbagai pelosok desa, khususnya di seputar Yogyakarta. Merti desa, sering disebut juga bersih desa, hakikatnya adalah simbol rasa syukur masyarakat kepada Yang Maha Kuasa atas limpahan karunia yang diberikan-Nya. Karunia tersebut bisa berujud apa saja, seperti kelimpahan rezeki, keselamatan, serta ketentraman dan keselarasan hidup. Bahkan orang Jawa percaya, ketika sedang dilanda duka dan tertimpa musibah pun, masih banyak hal yang pantas disyukuri. Masih ada hikmah dan pelajaran positif yang dapat dipetik dari terjadinya sebuah petaka. Di samping itu, rasa syukur juga bisa menjadi pelipur sekaligus sugesti yang menghadirkan ketenangan jiwa. (Yuniarso, 2012)

E. Metode Penelitian
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Dengan metode penelitian kualitatif, kiranya berbagai aspek yang diteliti akan dapat menghasilkan data yang valid, reliabel, dan relevan dengan yang didibutuhkan nantinya. Selain itu, dengan pendekatan kualitatif akan dapat dilakukan observasi dan wawancara yang lebih mendalam terhadap objek-objek penelitian, sehingga data-data yang diperoleh lebih akurat. Informasi yang hendak dikumpulkan adalah tentang tata cara pemuliaan tanaman padi yang dilakukan masyarakat petani melalui pertunjukan wayang kulit dengan lakon Dewi Sri. Pertunjukan wayang kulit ini harus masuk prosesi upacara Bersih Desa.

F. Hasil Penelitian dan pembahasan
Bentuk pemuliaan tanaman padi melalui pertunjukan wayang kulit lakon Dewi Sri dalam upacara Bersih Desa. Hasil penelitian yang diharapkan adalah bentuk pemuliaan tanaman padi melalui pertunjukan wayang kulit lakon Dewi Sri dalam upacara Bersih Desa adalah aktivitas budaya yang terdiri dari: Pertama, tata cara pemuliaan tanaman padi baik di sawah maupun di rumah adalah dengan mengadakan Upacara Mbyong Mbok Sri, yaitu upacara slametan, dilanjutkan dengan mengambil segenggam tanaman padi yang telah menguning untuk dibawa pulang ke rumah. Kmudian sampai di rumah, tanaman padi itu diletakkan di kotak yang khusus untuk menyimpan tanaman padi.
Kedua, tata cara pemuliaan tanaman padi adalah dengan mempresentasiknan Lakon Dewi Sri dalam pertunjukan wayang kulit, yang mengisahkan bahwa kehidupan selain itumanusia. Dalam pertunjukan wayang kulit selalu dikisahkan, ketika Dewi Sri meninggalkan kerajaan Amarta, maka situasi negara menjadi kacau-balau karena banyak musibah. Setelah Dewi Sri dapat ditemukan dan kemudian dibawa pulang, negara Ngamarta menjadi aman lagi. Hal ini membuktikan bahwa tanaman padi menjadi pokok dalam kehidupan manusia.
Ketiga, prosesi upacara Bersih Desa dimulai dari kerja bakti membersihkan jalan, makam, halaman rumah, parit, dan tempat-tempat kumuh secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat Desa Geneng. Seanjtutnya diadakan upacara slametan yang dilaksanakan di jalan sekita depan rumah bapak Dukuh. Setiap keluarga membawa besek berisi nasi, lauk, gudangan, dan jajan untuk dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam upacara slametan ini dihadiri oleh seluruh masyarakat Desa Geneng. Mereka duduk di atas tikar membentuk lingkaran. Pembacaan doa Islami dipimpin oleh Kaum Desa Geneng. Setelah doa. Setelah berdoa selesai, setiap orang saling menukar besek yang dibawa, artinya pulang ke rumah tidak membawa beseknya sendiri-sendiri tetapi harus membawa besek orang lain. Oleh karena itu, upacara bersih desa ini disebut syukuran karena setiap keluarga mengeluarkan hasil bumi berupa makanan. Selain itu upacara bersih desa disebut rasulan karena prosesi slametan menggunakan doa dari Rasulan atau doa-doa Islami.


DAFTAR PUSTAKA
Ayatrohaedi. 2005. Percik Budaya Sebuah Renungan Kebudayaan. Bogor: Penerbit Akademia.
Hughes-Freeland, Felicia. 1998. Ritual, Performance, Media. New Tork: Routledge.
Kayam, Umar. 1984. Semangat Indonesia: Suatu Perjalanan Budaya. Jakarta: PT Gramedia.
Malinowski, Bronisky. 1967. A Diary in Strict Sence of the Term. New York: Harcourt, Brace & World.
Masniawati, A., Baharuddin., Joko, Tri., Abdullah, Asadi. 2015. “Pemuliaan Tanaman Padi Aromatik Lokal Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan.” Jurnal Sainsmat, Vol. 4, No., 2, 205-213.
Nene, YL. 2012. “Environment and Spiritualism: Integral Parts of Ancient India Literature and Agricultural.” Asian Agri-History, Vol. 16, No. 2, 123–141.
Poloma, Margareth M. 1984. Sosiologi Kontemporer. Terjemahan. Jakarta: PT Rajawali.
Riani, Cinta. 2012. “Ruwatan Massal melalui Pergelaran Wayang Kulit.” Harmonia: Jornal of Art and Art Research, Vol. 12, No. 1, 14-23.
Sayuti, Suminto A. 2016. “Sastra Yang Meruat Bumi.” Makalah disampaikan dalam Konferensi Internasional Kesusastraan (KIK) ke-25, di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, 13-14 Oktober.
Simatupang, GR Lono L. 2006. “Jagad Seni: Re"eksi Kemanusiaan”. Makalah dalam Workshop “Seni Tradisi Lisan Sebagai Wahana Komunikasi yang Sangat Efektif di Tengah Masyarakat yang Sedang Berubah. Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 6 September.
Sriwulan, Wilma. 2014. “Struktur, Fungsi, dan Makna Talempong Bundo dalam Upacara
Maanta Padi Saratuih.” Resital: Jurnal Seni Pertunjukan, Vol. 15, No.1, 52-70.
Soedarsono, R.M., 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan Dan Seni Rupa. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.
Subantor, Renan., Wahyuningsih, Sri., Prabowo, Rossi. 2008. “Pemuliaan Tanaman Padi Varietas Lokal Menjadi Varietas Lokal Yang Unggul”. Mediagro, Vol. 4, No. 2, 62-74.

Tahun(not set)