Detail Luaran Lainnya

Kembali

StatusDraft
JudulPemuliaan Tanaman Padi melalui Pertunjukan Wayang Kulit dalam Upacara Bersih Desa di Geneng, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah
JenisKebijakan
Deskripsi Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk pemuliaan tanaman padi melalui pertunjukan wayang kulit lakon Dewi Sri dalam upacara Bersih Desa. Pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Geneng, Trucuk, Klaten, Jawa Tengah dari bulan Mei hingga September 2017. Sebagai subjek penelitian adalah masyarakat petani Desa Geneng, sesepuh Desa Geneng, dalang wayang kulit, pengrawit, jurukunci makam, penjual makanan, dan peziarah. Cara pengumpulan data ditempuh dengan: observasi, dokumentasi, studi pustaka, dan wawancara. Data penelitian dianalisis dengan tahapan: koleksi data, reduksi data, pemeriksaan data, dan penarikan kesimpulan. Untuk mengetahui keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Hasil penelitian yang diharapkan adalah bentuk pemuliaan tanaman padi melalui pertunjukan wayang kulit lakon Dewi Sri dalam upacara Bersih Desa adalah aktivitas budaya yang terdiri dari: (1) Tata cara pemuliaan tanaman padi adalah dengan mengadakan upacara pembersihan secara fisik dan batin di Desa geneng yang disertai doa berssama, (2) Tata cara pemuliaan tanaman padi adalah dengan mempresentasiknan Lakon Dewi Sri dalam pertunjukan wayang kulit, yang mengisahkan bahwa kehidupan manusia sangat tergaantung pada kehidupan Dewi Sri yang memberi kesejahteraan umat manusia.

Kata kunci: padi, bersih desa, Dewi Sri.










A. Latar Belakang Masalah
Geneng merupakan salah satu desa di Kecamatan Trucuk, Kebupaten Klaten yang setiap tahun diadakan upacara Bersih Desa. Geneng termasuk desa yang dijadikan sebagai lumbung padi daerah Trucuk, Klaten, di samping Delanggu karena lahan pertaniannya yang luas dan padinya gemuk-gemuk (sawahe jembar-jembar parine lemu-lemu). Masyarakat Geneng sebagian besar adalah petani padi. Masyarakat selalu bergelut dengan sawah dan hasil pertaniannya yang berupa padi sangat melimpah. Hubungan petani dengan sawah dan tanaman padi bukan hanya sekedar hubungan antara penanam dengan tanaman, tetapi memiliki hubungan spiupacarayang sangat kuat. Bagi masyarakat petani di Geneng, tanaman padi memiliki kekuatan magisl, sehingga tanaman padi harus dimuliakan atau dihormati oleh masyarakat, dan tidak boleh diperlakukan seenaknya. Dari sejak menanam padi, memanen padi, menjadi gabah, beras, hingga menjadi nasi, masyarakat Geneng sangat memuliakannya. Masyarakat Geneng percaya jika padi tersebut tidak diperlakukan dengan baik, maka yang terjadi adalah malapetaka yang tidak dapat terhindarkan.
Masyarakat petani percaya bahwa padi adalah tanaman yang memiliki kekuatan magis yang mampu mempengaruhi kehidupan manusia karena padi adalah tanaman yang dibawa oleh Dewi Sri. Dalam ungkapan Jawa disebutkan, bawa “pari iku malati, karana ana sing nduwe, yaiku Dewi Sri” (padi itu membahayakan, karena ada yang punya yaitu Dewi Sri). Para petani percaya bahwa Dewi Sri adalah dewa pembawa kesejahteraan, jadi tanaman yang dibawa oleh sang dewi tersebut adalah tanaman yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Tanaman ini harus diperlakukan dengan baik agar dapat menyejahterakan masyarakat petani.
Meskipun padi telah berubah bentuk dan sifatnya menjadi beras, dan kemudian beras berubah menjadi nasi, tetapi harus tetap dihormati dengan memperlakukannya secara baik. Masyarakat Geneng selalu mengajarkan untuk memuliakan atau menghormati padi. Salah satunya adalah tidak membiarkan nasi terbuang sia-sia, karena dengan membuang nasi tersebut walaupun dalam jumlah yang sedikit menandakan bahwa ia tidak mensyukuri nikmat. Bahkan ia dianggap telah menghina Dewi Sri. Masyarakat juga percaya bahwa padi atau nasi yang tercecer dan sengaja dibuang akan menangis, dan membuat Dewi Sri akan marah. Dewi Sri akan memberikan hukuman kepada orang yang telah membuang nasi. Menurut masyarakat ia telah mendapat hukuman dari Dewi Sri yang sering dikatakan “kualat”.
Dari cerita tersebut masyarakat melihat bahwa tanaman padi ini memang sangat sakral dan dilindungi oleh Dewi Sri, sehingga harus diperlakukan dengan baik. Padi bagi petani dianggap sebagai sumber kehidupan yang membawa kesejahteraan, sehingga tidk boleh diperlaakukan sembarangan. Padi memiliki ibu yang melindunginya yaitu Dewi Sri, masyarakat akan merasa aman dan tenang ketika di rumah atau di lumbungnya terdapat banyak padi atau beras walaupun tidak memiliki uang. Mereka menganggap bisa tetap hidup dengan hanya memiliki beras, karena beras adalah makanan pokok bagi mereka. Berbeda ketika masyarakat memiliki uang yang banyak namun tidak ada beras. Uang tersebut tidak akan berguna ketika tidak ada beras yang dapat dibeli, sehingga kehidupan mereka akan mandeg.
Oleh karena itu, petani sangat menjaga hubungan harmonis dengan tanaman padi. Hubungan antara petani dan tanaman padi ini juga telah masuk dalam jiwa petani seperti halnya hubungan orang tua dan anak. Masyarakat percaya bahwa apa yang terjadi pada padi itu tergantung pada petani yang menanamnya. Ketika masyarakat menanam padi, mereka harus menjaga sikap dan perilakunya, baik terhadap tanaman padi itu sendiri maupun menjaga keharmonisan dalam kehidupan sosial. Tujuannya adalah agar tanaman padi dapat tumbuh subur, sehingga hasil panennya melimpah. Masyarakat petani mengungkapkan bahwa hasil yang diperoleh petani berupa panen padi yang melimpah, sesungguhnya merupakan hasil perbuatan dan perilaku yang baik berasal dari petani itu sendiri. Hubungan antara petani dan tanaman padi ini telah mengikat kuat dalam jiwa petani sehingga selain mempengaruhi hubungan petani dan padi juga akan memepengaruhi kehidupan sosial masyarakat petani itu sendiri. Masyarakat petani mempercayai bahwa tanaman padi yang dibawa oleh Dewi Sri ini mengajarkan untuk hidup harmonis, baik dengan sesama manusia maupun alam lingkungannya.
Masyarakat petani Geneng memperoleh pengetahuan penanaman dan perawatan padi dari para leluhur berdasarkan pengalamannya. Meskipun sekarang telah terjadi banyak perubahan dalam teknologi pertanian, masyarakat masih mempercayai bahwa padi adalah tanaman yang sakral sebagai sumber kehidupan yang dibawa oleh Dewi Sri. Masyarakat Geneng percaya bahwa padi adalah tanaman yang memiliki kekuatan magis yang mampu mempengaruhi kehidupan manusia karena padi adalah tanaman yang dibawa oleh Dewi Sri sebagai dewa kesejahteraan. Oleh karena itu dilaksanakan upacara pemuliaan tanaman padi melalui pertunjukan wayang kulit dengan Lakon Dewi Sri dalam sebuah upacara Bersih Desa. Pemahaman tentang pertunjukan wayang kulit dengan Lakon Dewi Sri merujuk pada aktivitas-aktivitas ‘simbolik’ atau ‘estetis’ khusus, misanya aktivitas-aktivitas ritual, atau teatrikal, dan berbagai aktivitas seni rakyat, yang dijalankan sebagai produk ekspresi yang sengaja di dalam genre produk lokal yang telah mapan (Hughes-Freeland, 1998: 194).
Peristiwa pertunjukan ini disebut oleh Simatupang (2006) sebagai peristiwa ambang batas, yaitu peristiwa yang nyata akan tetapi berbeda dengan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Turner (1982), orang menikmati dan melakukan pertunjukan atau peristiwa ambang batas tersebut karena di dalamnya berlangsung berbagai hal yang memungkinkan orang untuk merefleksikan berbagai perihal diri, orang lain, masyarakat, dan dunia yang dihidupinya. Demikian juga halnya dengan pertunjukan wayang kulit lakon Dewi Sri dalam upacara Bersih Desa. Pertunjukan wayang kulit Lakon Dewi Sri ini hanya dipertunjukkan apabila telah terjadi pasca panen. Murgiyanto (1996: 153) dan Hendri (2001: 84) menyebut pertunjukan jenis ini sebagai cultural performance (pertunjukan budaya) yang kontekstual, yaitu pertunjukan yang selalu terkait dengan upacara adat yang dilaksanakan masyarakat pemiliknya.
Kehadiran pertunjukan wayang kuli lakon Dewi Sri dalam upacara Bersih Desa merupakan fenomena budaya yang menarik dan unik. Dikatakan menarik karena relevansinya dalam kehidupan masyarakat Geneng, bahwa masyarakat setempat masih memfungsikannya hingga sekarang. Pertunjukan wayang kuli lakon Dewi Sri merupakan penopang wajib dalam tradisi upacara Bersih Desa. Tentu saja tidak ada upacara Bersih Desa yang dilaksanakan tanpa pertunjukan wayang kuli lakon Dewi Sri. Hal ini seperti terjadi di Singkarak, Minangkabau bahwa di dalam Upacara Maanta Padi Saratuih harus dihadirkan musik talempong bundo (Sriwulan, 2014: 56).
Tradisi yang telah lama dilakukan masyarakat hingga sekarang merupakan bentuk aktivitas masyarakat yang termotivasi oleh sesuatu yang tidak kelihatan dan tidak diketahui sebagai bentuk control susuatu (Nene, 2012: 124). Hal ini menjadi alasan masyarakat petani Geneng bahwa tanaman padi yang dibawa oleh Dewi Sri adalah tanaman yang akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat, sehingga tanaman ini harus diperlakukan dengan baik agar mendapat kemuliaan di sisi Tuhan. Dari cerita tersebut masyarakat melihat bahwa tanaman padi ini memang sangat sakral dan dilindungi oleh Dewi Sri, sehingga harus diperlakukan dengan baik. Tanaman padi bagi petani dianggap sebagai sumber kehidupan yang membawa kesejahteraan, sehingga tidk boleh diperlakukan sembarangan.

Tahun(not set)